1.
PENGERTIAN
RTH
Ruang terbuka hijau adalah area
memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat
terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang
sengaja ditanam.
Penyediaan dan pemanfaatan RTH dalam
RTRW Kota/RDTR Kota/RTR Kawasan Strategis Kota/RTR Kawasan Perkotaan,
dimaksudkan untuk menjamin tersedianya ruang yang cukup bagi:
·
kawasan konservasi untuk kelestarian hidrologis,
·
kawasan pengendalian air larian dengan menyediakan
kolam retensi,
·
area pengembangan keanekaragaman hayati,
·
area penciptaan iklim mikro dan pereduksi polutan di
kawasan perkotaan,
·
tempat rekreasi dan olahraga masyarakat,
·
tempat pemakaman umum,
·
pembatas perkembangan kota ke arah yang tidak
diharapkan,
·
pengamanan sumber daya baik alam, buatan maupun
historis,
·
penyediaan RTH yang bersifat privat, melalui
pembatasan kepadatan serta kriteria pemanfaatannya,
·
area mitigasi/evakuasi bencana, dan
·
ruang penempatan pertandaan (signage) sesuai dengan
peraturan perundangan dan tidak mengganggu fungsi utama RTH tersebut.
2. TUJUAN DAN FUNGSI RTH
Menurut Pasal 29 UUPR,
proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas
wilayah kota. Dalam Penjelasan Pasal 29 dijelaskan, proporsi 30% merupakan
ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan
sistem hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun sistem ekologis lain, yang
selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan
masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
Berdasarkan hal
tersebut, disimpulkan bahwa tujuan pembangunan RTH adalah untuk menjaga
keseimbangan ekosistem di wilayah kota.
Lebih lanjut
berdasarkan Pasal 2 Permendagri RTHKP, tujuan penataan RTHKP adalah:
a.
Menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem
lingkungan perkotaan.
b.
Mewujudkan kesimbangan antara lingkungan
alam dan lingkungan buatan di perkotaan.
c.
Meningkatkan kualitas lingkungan
perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman.
Dalam
makalah Lokakarya IPB, RTH, baik RTH publik maupun RTH privat, memiliki fungsi
utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu
fungsi arsitektural, sosial, dan fungsi ekonomi. Dalam suatu wilayah perkotaan
empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan,
kepentingan, dan keberlanjutan kota. Berbagai fungsi yang terkait dengan
keberadaanya (fungsi ekologis, sosial, ekonomi, dan arsitektural) dan nilai
estetika yang dimilikinya (obyek dan lingkungan) tidak hanya dapat meningkatkan
kualitas lingkungan dan untuk kelangsungan kehidupan perkotaan tetapi dapat
menjadi nilai kebanggaan dan identitas kota.
RTH
berfungsi ekologis, yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara
fisik, harus merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk
pasti dalam suatu wilayah kota, seperti RTH untuk perlindungan sumberdaya
penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat hidupan liar.
RTH untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan RTH
pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut,
sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota.
Fungsi
dasar RTH secara umum dapat dibedakan menjadi:
a. Fungsi
bio-ekologis (fisik), yang memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari
sistem sirkulasi udara (’paru-paru kota’), pengatur iklim mikro, agar sistem
sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar, sebagai peneduh,
produsen oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitat satwa, penyerap
(pengolah) polutan media udara, air dan tanah, serta penahan angin.
b. Fungsi
sosial, ekonomi (produktif) dan budaya yang mampu menggambarkan ekspresi budaya
lokal, RTH merupakan media komunikasi warga kota, tempat rekreasi, tempat
pendidikan, dan penelitian.
c. Ekosistem
perkotaan; produsen oksigen, tanaman berbunga, berbuah dan berdaun indah, serta
bisa mejadi bagian dari usaha pertanian, kehutanan, dan lain-lain.
d. Fungsi
estetis, meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik (dari skala
mikro: halaman rumah, lingkungan permukiman, maupun makro: lansekap kota secara
keseluruhan). Mampu menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota. Juga
bisa berekreasi secara aktif maupun pasif, seperti: bermain, berolahraga, atau
kegiatan sosialisasi lain, yang sekaligus menghasilkan ’keseimbangan kehidupan
fisik dan psikis’. Dapat tercipta suasana serasi, dan seimbang antara berbagai
bangunan gedung, infrastruktur jalan dengan pepohonan hutan kota, taman kota,
taman kota pertanian dan perhutanan, taman gedung, jalur hijau jalan, bantaran
rel kereta api, serta jalur biru bantaran kali.
Sedangkan
berdasar Pasal 3 Permendagri RTHKP, fungsi RTHKP adalah:
a. Pengamanan
keberadaan kawasan lindung perkotaan.
b. Pengendali
pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara.
c. Tempat
perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati.
d. Pengendali
tata air.
e. Sarana
estetika kota.
3.
KOTA-KOTA
YANG MENERAPKAN 30% RTH
KOTA MATARAM
Badan Perencana
Pembangunan Daerah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat telah menetapkan gerakan
pengembangan satu rumah satu pohon sebagai upaya melibatkan masyarakat untuk
membuat Kota Mataram lebih hijau. Target RTH 30% yang terbagi 10% untuk privat
dan 20% untuk publik dimana saat ini krnutuhan privat sudah terpenuhi.
Sementara RTH publik masih kurang sekitar 8% dari 400 h lahan yang tersedia
untuk masa 20 tahun kedepan.
Pemerintah Kota Mataram
bersama dengan Pemerintah Pusat yang berkolaborasi dengan P2KH menggencarkan
Green Open Space adalah perwujudan dari kualitas, kuantitas dan jejaring RTH
perkotaan. Green Waste merupakan penerapan prinsi 3R yaitu mengurangi
sampah/limbah, mengembangkan proses daur ulang, dan meningkatkan nilai tambah.
Selanjutnya Green Transportation bagian dari pengembangan sistem transportasi yang berkelanjutan misalnya, transportasi publik, dan jalur sepeda. Kemudian Green Water adalah upaya meningkatkan efisiensi pemnfaatan pengelolaan sumberdaya air.
Selain itu atribut Green Energy adalah pemanfaatan sumber energi yang efisien dan ramah lingkungan. Green Building merupakan bangunan ramah lingkungan (hemat air, energi, dan sturktur).
Selanjutnya Green Transportation bagian dari pengembangan sistem transportasi yang berkelanjutan misalnya, transportasi publik, dan jalur sepeda. Kemudian Green Water adalah upaya meningkatkan efisiensi pemnfaatan pengelolaan sumberdaya air.
Selain itu atribut Green Energy adalah pemanfaatan sumber energi yang efisien dan ramah lingkungan. Green Building merupakan bangunan ramah lingkungan (hemat air, energi, dan sturktur).
Terakhir adalah Green Community
adalah upaya peningkatan kepekaan, kepedulian, dan peran serta aktif masyarakat
dalam pengembangan atribut-atribut kota hijau.
KOTA
SURAKARTA
Narasumber :
·
Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Provinsi Jawa
Tengah : Arif Sugeng, ST; Bidang Penataan Ruang dan WilayaH
·
Bappeda Kota Surakarta : Ir. Arief Nurhadi,
Bidang Penataan Ruang
Dalam pesan
yang disampaikan Arif Sugeng Haryanto, ST bahwa semua pemda di Jawa Tengah
sudah memiliki persepsi yang sama tentang kewajiban menyediakan 30% – 20% oleh
pemerintah, meskipun memang berat untuk pemerintah kab/kota karena kendalanya
sangat besar, misalnya kemampuan menyediakan lahan untuk RTH. Oleh karena itu
Pemerintah pusat melalui Dirjen Penataan ruang memberikan stimulant dalam
bentuk pendanaan P2KH. di Jawa Tengah telah dilaksanakan di limabelas
kabupaten/kota. RTH publik adalah ruang hijau yang tidak hanya bisa dipandang
tetapi juga bisa diakses langsung oleh masyarakat selama 24 jam, dimana manusia
bisa beraktivitas di dalamnya.
Untuk Kota
Surakarta unsur-unsurnya sudah mulai bertumbuh, karena sudah ada green planning
and design, green open space, green transportation, dan green community
Sosialisasi tentang UU dan Perda penataan ruang disampaikan pula kepada kader PKK Kota/kabupaten se JawaTengah. Tujuannya saat penerapan perda dengan pemberian sanksi akan mulai dilaksanakan, maka fungsi dari ibu-ibu PKK karena PKK memiliki data paling lengkap untuk mengkondisikan lingkungan, dan berada di tataran masyarakat yang paling bawah untuk implementasi tata ruang.
Sosialisasi tentang UU dan Perda penataan ruang disampaikan pula kepada kader PKK Kota/kabupaten se JawaTengah. Tujuannya saat penerapan perda dengan pemberian sanksi akan mulai dilaksanakan, maka fungsi dari ibu-ibu PKK karena PKK memiliki data paling lengkap untuk mengkondisikan lingkungan, dan berada di tataran masyarakat yang paling bawah untuk implementasi tata ruang.
Ir. Arief
Nurhadi dari Bappeda Kota Surakarta menjelaskan bahwa sesuai UU 26/2007 Kota
Surakarta perlu diwujudkan, karena memang orang-orang jaman dulu yang hidup
dekat dengan alam memiliki umur yang lebih panjang dan hidup lebih tenang,
Untuk memenuhi 30% kota solo susah tapi dengan komitmen antara pemerintah, SKPD
dan masyarakat akan dapat diwujudkan.
Saat
“demokrasi anarkis” banyak RTH yang diduduki oleh masyarakat, RTH di Surakarta
awalnya sudah ada 14%, dan diupayakan kmbali pembebasannya sehingga saat ini
hampir mencapai 18,2% dan dalam periode tidak terlalu lama dapat terwujud
20%. Implementasinya dengan strategi lahan yang sangat sempit di pinggir
jalan. Pagar pemisah antara jalan dan kavling dibongkar dan diganti dengan
taman dan pepohonan, misalnya pagar 40cm bisa menjadi taman yang lebarnya 1,5
meter memanjang sepanjang gedung.
Daerah
sempadan sungai masyarakat sudah direlokasi dan sekarang diolah sebagai urban
forest untuk paru-paru kota dan tempat interaksi masyarakat yang menarik. Taman
Banjarsari yang berubah jadi kumuh oleh PKL ditata dengan solusi-yang saling
menguntungkan untuk dimaksimalkan sebagai RTH. Perluasan hutan kota diperkuat
dengan SK Walikota yang intinya lahan terbuka hijau untuk dilestarikan untuk
RTH baik milik pemerintah dan swasta. UNS dan ISI sebagai lahan privat juga
telah memberikan contoh dengan menggunakan lahan yang dimiliki yang
Pemeliharaan RTH kalalu dibebankan kepada pemerintah akan berat, maka untuk pemeliharaan sudah dibagi sesuai porsi penanganannya. Pemkot Surakarta dikelola Dinas Pertamanan adalah taman-taman skala kota (taman besar), sedangkan RTH skala kecil diserahkan ke Kecamatan dan Kelurahan, sehingga mereka telah berdiri sebagai SKPD untuk mengelola taman-taman tersebut. Selain itu melibatkan masyarakat secara kelembagaan sudah memberikan partisipasi akan membantu pemeliharaan/peningkatan RTH kota.
Pemeliharaan RTH kalalu dibebankan kepada pemerintah akan berat, maka untuk pemeliharaan sudah dibagi sesuai porsi penanganannya. Pemkot Surakarta dikelola Dinas Pertamanan adalah taman-taman skala kota (taman besar), sedangkan RTH skala kecil diserahkan ke Kecamatan dan Kelurahan, sehingga mereka telah berdiri sebagai SKPD untuk mengelola taman-taman tersebut. Selain itu melibatkan masyarakat secara kelembagaan sudah memberikan partisipasi akan membantu pemeliharaan/peningkatan RTH kota.
KOTA
PURWOKERTO
Eksistensi
fungsi RTH dalam ruang perkotaan sebagai ruang fungsional yang memberikan
fungsibioengineering dan biofilter bagi
lingkungan perkotaan, dipertegas dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, Pasal 29 tentang ketentuan RTH Publik dan RTH Privat, dimana besaran
ruang RTH privat yang harus disediakan minimal 10 % dan RTH Publik minimal 20%
dari total luas ruang Kawasan Perkotaan.
Keberadaan
RTH Publik di Kawasan Perkotaan Purwokerto berdasarkan Studi Bantuan Teknis
Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Purwokerto tahun 2008, diketahui masih
berkisar antara 5 % hingga 6 % dari luas Kawasan Perkotaan Purwokerto, terdiri
dari lapangan olahraga kelurahan, median jalan dan jalur hijau, alun-alun kota,
hutan kota, pemakaman dan GOR. Pemenuhan 20% RTH Publik sebagaimana diamanatkan
UUPR 2007 di Kawasan Perkotaan Purwokerto dapat dilakukan oleh Pemerintah
Kabupaten Banyumas melalui kebijakan mengefektifkan lahan-lahan milik Pemda
untuk tetap dipertahankan fungsinya sebagai RTH Publik (seperti lapangan
olahraga kelurahan, GOR, hutan kota, pemakaman, median jalan dan jalur hijau)
serta melakukan upaya penambahan RTH seperti mengubah lahan eks Terminal
Purwokerto sebagai RTH/ Taman Rekreasi.
Kawasan eks
Terminal Purwokerto merupakan kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan
perdagangan dan jasa melalui Perda No. 2 Tahun 2003 tentang perubahan atas
Perda No. 6 Tahun 2002 tentang RUTRK dengan kedalaman RDTRK Kota Purwokerto.
Alih fungsi lahan dari fungsi perdagangan jasa menjadi fungsi ruang terbuka
hijau secara umum telah diatur dalam rencana peruntukan penggunaan tanah Kota
Purwokerto dalam dokumen RUTRK dengan kedalaman RDTRK Kota Purwokerto, melalui
toleransi penggunaan lahan lain dalam suatu kawasan yang telah ditetapkan dominasi
pemanfaatan ruangnya. Toleransi pemanfaatan RTH di kawasan Perdagangan Jasa
diatur dengan toleransi 10% dari luas kawasan sehingga tidak merubah dominasi
pemanfaatan ruang pada kawasan yang bersangkutan. Jadi kebijakan Pemkab.
Banyumas merubah fungsi perdagangan jasa menjadi RTH di kawasan eks terminal
Purwokerto selaras dengan dokumen rencana kota yang berlaku saat ini dan
utamanya sebagai upaya pemenuhan 20% RTH Publik di kawasan Perkotaan Purwokerto
sebagaimana diamanatkan dalam undang–undang penataan ruang. Selain itu
keberadaan RTH/ Taman Rekreasi akan memberikan manfaat yang lebih besar secara
ekologis, sosial budaya (interaksi sosial) dan nilai estetika di lingkungan
Perkotaan Purwokerto serta sebagai upaya mengarahkan pembangunan Kawasan Perkotaan
Purwokerto secara seimbang dan proporsional dengan nilai-nilai lingkungan.
KOTA MALANG
Ruang terbuka
hijau di kota Malang yang berfungsi sebagai kawasan resapan air hujan perlu
dipertahankan luasannya karena akan berperan terhadap pengurangan banjir atau
genangan tidak wajar pada musim penghujan dan mempunyai potensi untuk imbuhan
air tanah pada musim kemarau.
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui perubahan ruang terbuka hijau di kota Malang
dari tahun 1995 sampai 2005, mengetahui kapasitas infiltrasi dan agihan
kapasita infiltrasi serta kontribusi ruang terbuka hijau tersebut untuk imbuhan
air tanah di kota Malang.
Jenis
penelitian ini adalah survey dengan pengukuran langsung dalam hal ini kapasitas
resapan air hujan (infiltrasi) ruang terbuka hijau di kota Malang. Metode
pengambilan sampel pengukuran kapasitas resapan air hujan (infiltrasi)
menggunakan metode purposive sampling yaitu perubahan ruang terbuka hijau di
kota Malang. Untuk mengetahui alih fungsi atau perubahan ruang terbuka hijau
dan eksisting ruang terbuka hijau digunakan metode overlay peta (tumpang susun)
kemudian analisis data untuk mengetahui nilai kapasitas resapan air hujan
(infiltrasi) dihitung dengan menggunakan metode Horton yang kemudian
dipresentasikan tagihannya.