A. SIRKULASI
SILANG
1. PENGERTIAN
VENTILASI SILANG
Ventilasi silang atau cross ventilation adalah
dua bukaan berupa jendela atau pintu yang letaknya saling berhadapan di dalam
satu ruangan. Ventilasi ini bekerja dengan memanfaatkan perbedaan zona
bertekanan tinggi dan rendah yang tercipta oleh udara. Perbedaan tekanan pada
kedua sisi bangunan akan menarik udara segar memasuki bangunan dari satu sisi
dan mendorong udara pengap keluar ruangan dari sisi lain.
2. PRINSIP
VENTILASI SILANG
3. CONTOH
PENERAPAN DI DALAM RUANGAN
Ukuran
bukaan untuk ventilasi silang yang ideal bergantung pada luas ruangan.
Menurut
arsitek Tiffa Nur Latiffa, Standar Nasional Indonesia mensyaratkan luas bukaan
termasuk fungsi untuk memasukkan cahaya, adalah minimal 20 persen dari luas
lantai ruangan. Khusus untuk lubang ventilasi di rumah tinggal seperti jendela,
disyaratkan minimal 5 persen dari luas ruangan. Sementara untuk bangunan
kantor, pabrik, dan sebagainya adalah 10 persen dari luas ruangan. Idealnya
setiap ruangan di dalam rumah harus mengaplikasikan ventilasi silang agar
selalu bersentuhan langsung dengan udara luar.
Menurut
Wijoyo Hendromartono, ventilasi silang sebaiknya dibuat bersilangan atas bawah
atau menyerong kiri kanan. Untuk persilangan atas bawah, sebaiknya lubang
keluar udara berada di bagian atas karena udara panas bersifat lebih ringan.
Aliran
angin juga dipengaruhi oleh hambatan yang berada di bagian tengah ruangan.
Misalnya, semakin besar furniture yang berdiri di antara ventilasi silang, maka
semakin berkurang pula energi kinetik dan kecepatan angin. Dengan demikian,
hindari meletakkan benda-benda berukuran besar antara ventilasi silang yang
dapat menghambat perputaran udara.
B. PENGARUH
ANGIN TERHADAP BANGUNAN
1. TEKANAN
DAN HISAPAN PADA BANGUNAN
Besarnya beban angin
yang bekerja pada struktur bangunan tergantung dari kecepatan angin, rapat
massa udara, letak geografis, bentuk dan ketinggian bangunan, serta kelakuan
struktur. Bangunan yang berada pada lintasan angin, akan menyebabkan angin
berbelok atau dapat berhenti. Sebagai akibatnya, energi kinetik dari angin akan
berubah menjadi energi potensial, yang berupa tekanan atau hisapan pada
bangunan.
Salah satu faktor penting yang mempengaruhi besarnya
tekanan dan hisapan pada bangunan pada saat angin bergerak adalah kecepatan angin.
Besarnya kecepatan angin berbeda pada setiap lokasi geografi. Kecepatan angin
rencana biasanya didasarkan untuk periode ulang 50 tahun. Karena kecepatan
angin akan semakin tinggi dengan ketinggian di atas tanah, maka tinggi
kecepatan angin juga demikian. Selain itu perlu juga dperhatikan apakah
bangunan terletak diperkotaan atau dpedesaan. Seandainya kecepatan angin sudah
diketahui, tekanan angin yang bekerja pada bangunan dapat ditentukan dan
dinyatakan dalam gaya statis ekuivalen.
Pola pergerkan angin yang sebenarnya di sekitar bangunan
sangat rumit, tetapi konfigurasinya telah banyak dipelajari serta ditabelkan.
Karena untuk suatu bangunan, angin menyebabkan tekanan atau hisapan, maka ada
koefisien khusus untuk tekanan dan hisapan angin yang ditabelkan untuk beberapa
lokasi bangunan.
Untuk memperhitungkan
pengaruh dari angin pada struktur bangunan, pedoman yang berlaku di Indonesia
mensyaratkan beberapa hal sebagai berikut :
· Tekanan
tiup angin harus diambil minimum 25 kg/m2.
· Tekanan
tiup angin di laut dan ditepi laut sampai sejauh 5 km dari pantai, harus
diambil minimum 4 kg/m2.
Untuk
tempat dimana terdapat kecepatan angin yang mungkin mengakibatkan tekanan tiup
yang lebih besar. Tekanan tiup angin (p) dapat ditentukan berdasarkan rumus
empiris :
p=V2/16
(kg/m2)
Dimana
V adalah kecepatan angin dalam satuan m/detik.
Berhubung
beban angin dapat menimbulkan tekanan dan hisapan, makan berdasarkan
percobaan-percobaan, telah ditentukan koefisien bentuk tekanan dan hisapan
untuk berbagai tipe bangunan dan atap. Tujuan sari penggunaan koefisien ini
adalah untuk menyederhanakan analisis. Sebagai contoh pada gedung tertutup,
selain dinding bangunan, struktur atap bangunan juga akan menimbulkan tekanan
dan hisapan angin, dimana besarnya tergantung pada kemiringan atap. Pada
bangunan gedung yang tertutup dan rumah tinggal dengan tinggi tidak lebih dari
16 meter, dengan lantai dan dinding yang memberikan kelakuan cukup, struktur
utamanya tidak perlu diperhitungkan terhadap angin.
Pengaruh angin dianggap sebagai
beban statis. Namun perilaku dinamis sebenarnya dari angin, merupakan hal yang
sangat penting. Efek dinamis dapat muncul dengan berbagai cara. Salah satunya
bahwa angin dapat dijumpai dengan keadaan tetap. Dengan demikian, bangunan
gedung dapat mengalami beban dengan berbalik arah. Hal ini khususnya
terjadi jika gedung terletak di daerah
perkotaan. Jika gedung terletak berdekatan, pola angin menjadi semakin kompleks
karenan dapat terjadi aliran yang turbulen diantara gedung-gedung tersebut. Aksi angin tersebut dapat
menyebabkan terjadinya goyangan pada gedung ke berbagai arah.
Angin
dapat menyebabkan respons dinamis pada bangunan sekalipun angin dalam keadaan
mempunyai kecepatan yang konstan.Hal ini dapat terjadi khususnya pada
struktur-struktur yang relatif fleksibel, seperti struktur atap yang
menggunakan kabel.Angin dapat menyebabkan berbagai distribusi gaya pada
permukaan atap, yang pada gulirannya dapat menyebabkan terjadinya perubahan
bentuk, baik perubahan kecil maupun perubahan yang besar. Bentuk baru tersebut
dapat menyebabkan distribusi tekanan maupun tarikan yang berbeda, yang juga
dapat menyebabkan perubahan bentuk. Sebagai akibatnya, terjadi gerakan konstan
atau flutter (getaran)
pada atap. Masalah flutter
pada atap merupakan hal penting dalam mendesain struktur fleksibel
tersebut. Teknik mengontrol fenomena flutter pada
atap mempunyai implikasi yang cukup besar dalam desain. dengan Efek
dinamis angin juga merupakan masalah pada struktur bangunan gedung bertingkat
banyak, karena adanya fenomena resonansi yang dapat terjadi.
2. PENGARUH
TEKANAN DAN HISAPAN PADA BANGUNAN
a. Bangunan
terangkat
b. Atap terangkat
c. Bergesernya
pada pondasi
d. Bangunan rusak
e. Robohnya
bangunan
3. CARA MENGATASI
TEKANAN DAN HISAPAN PADA BANGUNAN
a.
Penerapan prinsip tanggul,yaitu ditanamnya pohon
tinggi berdaun rapat atau dengan pagar tembok dengan memberi perkuatan dengan
kolom praktis dengan jarak 3-4 m dan pemberian kolom perkuatan yang miring
dengan jarak 6-8 m.
b.
Lokasi yang terlindung,maksudnya pendiririan bangunan
pada permukaan rendah,sehingga angin tertahan pada permukaaan tanah yang
tinggi.
c.
Penanaman pohon tinggi.(min 6m dari bangunan).
d.
Pertinggian bangunan atap yang kurang curam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar